Senin, 29 April 2013

Hadits Dhaif yang Sangat Populer


Hadits Dhaif yang Sangat Populer
 “Tuntutlah ilmu, walaupun di negeri Cina”. [HR Ibnu Addi dalam Al-Kamil (207/2), Abu Nuaim dalam Akhbar Ashbihan (2/106), Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad (9/364), Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhal (241/324), Ibnu Abdil Barr dalam Al-Jami (1/7-8), dan lainnya, semuanya dari jalur Al-Hasan bin Athiyah, ia berkata, Abu Atikah Tharif bin Sulaiman telah menceritakan kami dari Anas secara marfu Ini adalah hadits dhaif jiddan (lemah sekali), bahkan sebagian ahli hadits menghukuminya sebagai hadits batil, tidak ada asalnya. Ibnul Jauziy rahimahullah- berkata dalam Al-Maudhuat (1/215) berkata, Ibnu Hibban berkata, hadits ini batil, tidak ada asalnya. Oleh karena ini, Syaikh Al-Albaniy rahimahullah- menilai hadits ini sebagai hadits batil dan lemah dalam Adh-Dhaifah (416). As-Suyuthiy dalam Al-Laali Al-Mashnuah (1/193) menyebutkan dua jalur lain bagi hadits ini, barangkali bisa menguatkan hadits di atas. Ternyata, kedua jalur tersebut sama nasibnya dengan hadits di atas, bahkan lebih parah. Jalur yang pertama, terdapat seorang rawi pendusta, yaitu Yaqub bin Ishaq Al-Asqalaniy. Jalur yang kedua, terdapat rawi yang suka memalsukan hadits, yaitu Al-Juwaibariy. Ringkasnya, hadits ini batil, tidak boleh diamalkan, dijadikan hujjah, dan diyakini sebagai sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam
1.      “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka sungguh dia akan mengenal Rabb (Tuhan)-Nya”. Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- dalam Adh-Dha’ifah (1/165) berkata, “Hadits ini tidak ada asalnya” [Adh-Dha’ifah (1/165)]. An-Nawawiy berkata, “Hadits ini tidak tsabit (tidak shahih)” [Al-Maqashid (198) oleh As-Sakhawiy]. As-Suyuthiy berkata, “Hadits ini tidak shahih” [Lihat Al-Qaul Asybah (2/351 Al-Hawi)]. Ringkasnya, hadits ini merupakan hadits palsu yang tidak ada asalnya. Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh mengamalkannya, dan meyakininya sebagai sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
2.      “Agama adalah akal pikiran, Barangsiapa yang tidak ada agamanya, maka tidak ada akal pikirannya”. [HR An-Nasa`iy dalam Al-Kuna dari jalurnya Ad-Daulabiy dalam Al-Kuna wa Al-Asma’ (2/104) dari Abu Malik Bisyr bin Ghalib dan Az-Zuhri dari Majma’ bin Jariyah dari pamannya] Hadits ini adalah hadits lemah yang batil karena ada rawinya yang majhul, yaitu Bisyr bin Ghalib. Bahkan Ibnu Qayyim -rahimahullah- berkata dalam Al-Manar Al-Munif (hal. 25), “Hadits yang berbicara tentang akal seluruhnya palsu”. Oleh karena itu Syaikh Al-Albaniy berkata, “Di antara hal yang perlu diingatkan bahwa semua hadits yang datang menyebutkan keutamaan akal adalah tidak shahih sedikit pun. Hadits-hadits tersebut berkisar antara lemah dan palsu. Sungguh aku telah memeriksa, di antaranya hadits yang dibawakan oleh Abu Bakr Ibnu Abid Dunya dalam kitabnya Al-Aql wa Fadhluh, maka aku menemukannya sebagaimana yang telah aku utarakan, tidak ada yang shahih sama sekali” [Lihat Adh-Dhi’ifah (1/54)].
3.      “Barangsiapa yang tidak mengenal imam (penguasa) di zamannya, maka ia mati seperti matinya orang-orang jahiliyah”. Ahmad bin Abdul Halim Al-Harraniy berkata, “Demi Allah, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah pernah mengatakan demikian . . .”. [Lihat Adh-Dha’ifah (1/525)] Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- berkata setelah menyatakan bahwa hadits ini tidak ada asal-muasalnya, “Hadits ini pernah aku lihat dalam sebagian kitab-kitab orang-orang Syi’ah dan sebagian kitab orang-orang Qadiyaniyyah (Ahmadiyyah). Mereka menjadikannya sebagai dalil tentang wajibnya berimam kepada si Pendusta mereka yang Mirza Ghulam Ahmad, si Nabi gadungan. Andaikan hadits ini shahih, niscaya tidak ada isyarat sedikit pun tentang sesuatu yang mereka sangka, paling tidak intinya kaum muslimin wajib mengangkat seorang pemerintah yang akan dibai’at” [Lihat As-Silsilah Adh-Dha’ifah (No. 350).
4.      “Perselisihan di antara umatku adalah rahmat”. Padahal hadits ini dha’if (palsu), bahkan tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits. Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- berkata, "Hadits ini tak ada asalnya. Para ahli hadits telah mengerahkan tenaga untuk mendapatkan sanadnya, namun tak mampu". Dari segi makna, hadits juga batil. Ibnu Hazm -rahimahullah- dalam Al-Ihkam (5/64) berkata, "Ini merupakan ucapan yang paling batil, karena andaikan ikhtilaf (perselisihan) itu rahmat, maka kesepakatan adalah kemurkaan. Karena, di sana tak ada sesuatu, kecuali kesepakatan, dan perselihan; tak ada, kecuali rahmat atau kemurkaan".
5.      “Hampir-hampir kefakiran itu mendekati kekafiran”. [HR Al-'Uqoiliy dalam Adh-Dhuafa (419), dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah (3/53) dari jalur Sufyan, dari Al-Hajaj dari Yazid Ar-Raqasyiy dari Anas secara marfu'.] Banyak di antara kaum muslimin pada hari ini yang jauh dari agamanya, tidak mau menghadiri majelis ilmu, karena sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan terkadang ia tertinggal shalat jama’ah. Mereka amat cinta kepada dunianya, namun lupa bekal akhiratnya. Lalainya dengan kehidupan dunia sampai lupa akhiratnya, karena ada beberapa faktor di antaranya karena pernah mendengar hadits. Padahal hadits ini adalah hadits dha’if (lemah), tidak boleh diamalkan, diyakini, dan dikategorikan sebagai sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Hadits ini lemah karena Yazid Ar-Ruqosyiy dan Hajjaj, keduanya lemah. Oleh karena itu, Syaikh Al-Albany men-dha’ifkannya dalam Takhrij Musykilah Al-Faqr (hal. 9). Dari segi redaksi hadits ini aneh !!! Karena berapa banyak orang miskin dan fakir tidak mendekati kekafiran, apalagi jadi kafir. Lihatlah realita kebanyakan sahabat; mereka fakir, tapi tidak kafir. Yang benar, jika ilmu dan iman seseorang kurang, maka di sinilah seseorang terkadang mendekati kekufuran, bahkan kafir, Na’udzu billahi min dzalik.
6.      “Barangsiapa yang adzan, maka dialah yang iqamat” [HR Abu Dawud (514), At-Tirmidziy (199), dan lainnya] Hadits ini lemah karena berasal dari Abdurrahman bin Ziyad Al-Afriqiy. Dia lemah hafalannya. Sebab itu Al-Albaniy melemahkannya dalam Adh-Dha’ifah (No. 35) dan Al-Irwa’ (237). Syaikh Al-Albaniy berkata dalam Adh-Dha’ifah (1/110), “Di antara dampak negatif hadits ini, dia merupakan sebab timbul perselisihan di antara orang-orang yang mau shalat, sebagaimana hal itu sering terjadi. Yaitu ketika tukang adzan terlambat masuk mesjid karena ada udzur, sebagian orang yang hadir ingin meng-iqamati shalat, maka tak ada seorang pun di antara mereka kecuali ia menghalanginya seraya berhujjah dengan hadits ini. Orang miskin ini tidaklah tahu kalau haditsnya lemah, tidak boleh mengasalkannya kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, terlebih lagi melarang orang bersegera menuju ketaatan kepada Allah, yaitu mengiqamati shalat”.
7.      “Nabi Adam turun di India, dan beliau merasa asing. Maka turunlah Jibril seraya mengumandangkan adzan, “Allahu Akbar, Asyhadu Alla Ilaha illallah (dua kali), asyhadu anna Muhammdan rasulullah (dua kali). Adam bertanya, “Siapakah Muhammad itu?” Jibril menjawab, “Cucumu yang paling terakhir dari kalangan nabi” [HR Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqa (2/323/2)] Hadits ini dha’if (lemah), atau palsu, karena ada seorang rawi dalam sanadnya yang bernama Muhammad bin Abdillah bin Sulaiman. Orang yang bernama seperti ini ada dua; yang pertama dipanggil Al-Kufiy, orangnya majhul (tidak dikenal), sedang orang yang seperti ini haditsnya lemah. Yang satunya lagi, dikenal dengan Al-Khurasaniy. Orang ini tertuduh dusta. Jika dia yang terdapat dalam sanad ini, maka hadits ini palsu. Hadits ini didha’ifkan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dha’ifah (403).
8.      “Sebaik-baik pengingat adalah alat tasbih. Sesungguhnya sesuatu yang paling afdhal untuk ditempati bersujud adalah tanah dan sesuatu yang ditumbuhkan oleh tanah” [HR Ad-Dailamiy (4/98- sebagaimana dalam Mukhtasharnya)] Hadits ini adalah hadits yang palsu sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dha’ifah (83), karena adanya rawi-rawi yang majhul. Selain itu hadits ini secara makna adalah batil, sebab tasbih tidak ada di zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
9.      “Bacalah Al-Quran dengan perasaan sedih, karena dia turun dengan kesedihan” [HR Al-Khallal dalam Al-Amr Bil Ma'ruf (20/2) dan Abu Sa'id Al-‘Arabiy dalam Mu'jam-nya (124/1)]. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Uwain bin Amr Al-Qaisiy, dia adalah seorang yang mungkarul hadits lagi majhul menurut Al-Bukhariy. Selain itu juga ada rawi yang bernama Ismail bin Saif, dia adalah seorang yang biasa mencuri hadits, dan meriwatkan hadits yang lemah dari orang-orang yang tsiqah. Tak heran jika Al-Albaniy menyatakan hadits ini dha’if jiddan (lemah sekali) dalam kitabnya Adh-Dha’ifah (2523).
10.  “Amalan yang sedikit akan bermanfaat, jika disertai oleh ilmu; dan amalan yang banyak tidak akan bermanfaat, jika disertai kejahilan” [HR Ibnu Abdil Barr dalam Jami' Bayan Al-'Ilm wa Fadhlih (1/145)] Bermalas malasan dalam beribadah sudah menjadi kebiasaan sebagian kaum muslimin. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut diantaranya rasa takutnya kepada Allah masih kurang, keimanan terhadap Hari Pembalasan masih minim, dan ada juga yang malas karena mungkin beramal dengan hadits ini. Hadits ini dhaif, bahkan palsu, disebabkan adanya 3 rawi: [1] Muhammad bin Rauh bin ‘Imran Al-Qutairiy (orangnya lemah), [2] Mu’ammal bin Abdur Rahman Ats-Tsaqafiy (orang dha’if). Ibnu Adi berkata,”Dominan haditsnya tidak terpelihara”; [3] Abbad bin Abdush Shomad. Ibnu Hibban berkata, “…Abbad bin Abdush Shamad menceritakan kami dari Anas tentang suatu naskah hadits, seluruhnya maudhu’ (palsu)”. Al-Albaniy berkata, “Hadits ini Palsu” [lihat Adh-Dha'ifah (369)].
11.  “Jika kalian shalat di belakang imam kalian, perbaikilah wudhu’ kalian, karena kacaunya bacaan imam bagi imam disebabkan oleh jeleknya wudhu’ orang yang ada di belakang imam” [HR Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/63)]. Seorang imam terkadang salah dalam bacaannya. Jika ia salah, maka muncullah beberapa persangkaan yang buruk. Ada di antara mereka berpendapat bahwa kacaunya bacaan imam disebabkan adanya di antara jama’ah yang tak beres melaksanakan wudhu’ atau mandi junub. Ini didasari oleh hadits palsu yang bukan hujjah, Hadits ini palsu, sebab di dalamnya terdapat rawi yang majhul, seperti Abdullah bin Aun bin Mihraz, Abdullah bin Maimun. Rawi lain, Muhammad bin Al-Furrukhan, ia seorang yang tak tsiqah. Dari sisi lain, sudah dimaklumi bahwa jika Ad-Dailamiy bersendirian dalam meriwayatkan hadits dalam kitabnya Musnad Al-Firdaus, maka hadits itu palsu. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy menyatakan palsunya hadits ini dalam Adh-Dha’ifah (2629).
12.   “Beramallah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup akan selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok”. Ini bukanlah sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, walaupun masyhur di lisan kebanyakan muballigh di zaman ini. Mereka menyangka bahwa ini adalah sabda beliau -Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-. Sangkaan seperti ini tidaklah muncul dari mereka, kecuali karena kebodohan mereka tentang hadits. Di samping itu, mereka hanya “mencuri dengar” dari kebanyakan manusia, tanpa melihat sisi keabsahannya. Hadits ini diriwayatkan dua sahabat. Namun kedua hadits tersebut lemah, karena di dalamnya terdapat inqitha’ (keterputusan) antara rawi dari sahabat dengan sahabat Abdullah bin Amer. Satunya lagi, Cuma disebutkan oleh Al-Qurthubiy, tanpa sanad. Oleh karena itu, Syaikh Al-Albaniy mendha’ifkan (melemahkan) hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah (No. 8). Sumber: Dari berbagai sumber

Minggu, 28 April 2013

Mahmud Yunus


ADAB BERDOA ﴿ آداب الدعاء ﴾ ] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي Penyusun : Majid bin Su'ud al-Usyan Terjemah : Muzafar Sahidu bin Mahsun Lc. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad 2009 - 1430 ﴿ آداب الدعاء ﴾ « باللغة الإندونيسية » تأليف: ماجد بن سعود آل عوشن ترجمة: مظفر شهيد محصون مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو 2009 - 1430 ADAB BERDO'A • Memuji Allah dan bershalawat kepada Rasulullah  sebelum berdo'a, berdasarkan sabda Nabi : كلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوْبٍ حَتَّى يُصَلىَّ عَلىَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم "Setiap do'a akan terhalangi sampai orang tersebut membaca shalawat kepada Nabi  ". • Mengakui dosa dan kesalahan, seperti yang diceritakan oleh Allah tentang hamba-Nya Yunus Alihis salam: أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنيِّ كُنْتُ مِنَ الظّلِمِيْنَ "Bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berbuat zalim". • Bersikap merendah, khusyu' takut dan cemas. Firman Allah : إِنَّهُمْ كَانُوْا يُسَارِعُوْنَ فيِ الْخَيْرتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوْا لَنَا خشِعِيْنَ "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo'a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami". • Kehadiran hati saat berdo'a, berdasarkan sabda Nabi : اُدْعُوْا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِاْلإِجَابَةِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ لاَ يَسْتَجِيْبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَه "Berdo'alah kepada Allah dan kalian yakin akan dikabulkan. Ketahuilah!, sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu do'a dari hati yang lalai lagi lengah". • Tegas dalam berdo'a dan teguh di dalam memohon kepada Allah. Berdasarkan sabda Rasulullah : لاَ يَقُوْلَنَّ أَحَدُكُمْ اَللّهُمَّ اغْفِرْليِ إِنْ شِئْتَ اَللّهُمَّ ارْحَمْنِي إِنْ شِئْتَ لِيَعْزِمِ اْلمَسْأَلَةَ فَإِنَّهُ لاَ مَكْرَهَ لَهُ "Janganlah seseorang mengatakan dalam do'anya: Ya Allah ampunilah aku jika Engkau menghendaki, Ya Allah berikanlah rahmat kepadaku jika Engkau menghendaki, hendaklah dia teguh dalam berdo'a sebab perbuatan tersebut tidak dibenci". • Berdo'a dengan cara seakan memaksa. • Berdo'a dalam setiap kondisi, berdasarkan sabda Nabi : مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيْبَ اللهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَالْكَرْبِ فَلْيُكْثرِْ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ "Barangsiapa yang senang dikabulkan permohonannya pada saat kritis dan bahaya maka hendaklah dia memperbanyak do'a saat nyaman'. • Dianjurkan untuk berdo'a dengan suara yang lembut, berdasarkan firman Allah Ta'ala: ُادْعـُوْا رَبَّكُمْ تَضـَرُّعًا وَخُفْيَةً "Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut." • Tidak berdo'a untuk kebinasaan keluarga, harta dan jiwa, berdasarkan sabda Rasulullah : لاَ تَدْعُوْا عَلىَ أَنْفُسِكُمْ وَلاَ تَدْعُوْا عَلىَ أَوْلاَدِكُمْ وَلاَ تَدْعُوْا عَلىَ أَمْوَالِكُمْ لاَ تُوَافِقُوْا مِنَ اللهِ سَاعَةُ يُسْأَلُ فِيْهَا عَطَاءً فَيَستَجِيْبَ لَكَ "Janganlah kalian berdo'a untuk kebinasaan diri kalian, janganlah berdo'a untuk kebinasaan anak-anak kalian, dan jangan pula berdo'a untuk kebinasaan harta-harta kalian, jangan-jangan saat kalian berdo'a tersebut adalah saat dikabulkannya permohonan sehingga Dia mengabulkan do'a kalian". • Mengulangi do'a tiga kali; sebab Nabi  mengulangi do'anya tiga kali. • Menghadap kiblat, seperti diriwayatkan oleh Al-Bukhari bahwa Rasulullah  menghadap kiblat lalu berdo'a untuk kebinasaan kafir Quraisy. • Menjaga waktu-waktu yang mustajab, seperti saat sujud, di antara adzan dan iqamah, saat-saat terakhir pada hari jum'at. • Mengangkat tangan saat berdo'a, berdasarkan sabda Rasulullah : إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالىَ حَيِيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهَا صِفْرًا خَائِبَيْنِ "Sesungguhnya Tuhanmu -Yang Maha Suci dan Maha Tinggi-bersifat malu dan mulia. Dia malu jika hambaNya mengangkat tangan saat berdo'a lalu menolaknya dengan tangan hampa dan kecewa". Dan mengusap wajah dengan kedua tangan setelah berdo'a dalam qunut witir atau yang lainnya didasarkan pada hadits yang lemah, syaikhul Islam mengatakan bahwa semua hadits tersebut tidak bisa dijadikan sebagai landasan hukum. • Berbakti kepada kedua orang tua adalah salah satu sebab dikabulkannya do'a, sebagaimana diceritakan dalam kisah Uais bin Amir Al-Qorni bahwa dia seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya; sebagaimana juga diceritakan dalam kisah tiga orang yang tertahan dalam sebuah gua yang lubangnya tersumbat oleh sebuah batu besar. • Memperbanyak ibadah-ibadah sunnah setelah mengerjakan shalat wajib adalah salah satu sebab dikabulkannya do'a. • Beramal shaleh sebelum berdo'a. • Dianjurkan bagi seorang muslim untuk berwudhu' sebelum berdo'a, sebagaimana dijelaskan di dalam hadits riwayat Abi Musa Al-Asy'ari radhiallahu anhu bahwa Nabi  setelah selesai perang Hunain…dan disebutkan padanya: Maka beliau memerintahkan untuk mengambil air, lalu beliau berwudhu' dengannya, kemudian barulah beliau mengangkat tangan dengan mengatakan: "Ya Allah ampunilah Ubaid bin Amir", dan aku melihat putihnya kulit kedua ketiak beliau. • Tujuan seorang yang berdo'a harus baik, disebutkan di dalam kisah Nabi Musa Alaihis salam: قَالََ رَبِّ اشْرَحْ ليِ صَدْرِي وَيَسِّرْليِ أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوْا قَوْليِ وَاجْعَلْ ليِ وَزِيْرًا مِنْ أَهْليِ هرُوْنَ اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيْرًا وَنَذْكُرَكَ كَثِيْرًا إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيْرً "Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku". Dan mudahkanlah untukku urusanku, supaya mereka mengerti perkataanku. Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku. Yaitu Harun, saudaraku.Teguhkanlah dengan dia kekuatanku. Dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku. Supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau. Dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat keadaan kami." • Seorang yang berdo'a harus menampakkan keluhan dan kebutuhannnya kepada Allah, Allah menceritakan tentang Nabi Ya'qub alaissalam: قَالَ إِنَّمَا أَشْكُوْ بَثِّي وَحُزْنِي إِلىَ اللهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ "Ya'qub menjawab: Sesungguhnya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihan dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya." Dan Allah menceritakan tentang Nabi Ayyub alaissalam: وَأَيُّوْبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضَّـرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ "Dan ingatlah kissah Ayyub, ketika dia meyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua yang Penyayang" . Disebutkan dalam kisah Musa as Allah swt berfirman: رَبِّ إِنيِّ لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَّي مِنْ خَيْرٍ فَقِيْرٍ "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku". • Memilih do'a do'a yang jami' (do'a dengan kata yang sedikit namun mengandung makna yang banyak. Pen.) dan baik. • Seseorang dianjurkan berdo'a dengan memulai dari dirinya: رَبَّنَا اغْـفِرْلَنَا وَِلإِخْوَاِننَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ "Ya Tuhan kami ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan keimanan." Dan Rasulullah  jika menyebut nama seseorang dan berdo'a baginya, beliau memulainya dengan berdo'a untuk dirinya. • Berdo'a untuk saudara-saudaranya yang seiman. Allah Ta'ala memerintahkan: وَاسْتَـغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَات "Dan mintalah ampunan bagi dosamu dan bagi dosa orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan." Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: منِ اسْتَغْفَرَ ِلْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ كُتِبَ لَهُ ِبكُلِّ مُؤْمِنٍ وَمُؤْمِنَةٍ حَسَنَةٌ "Barangsiapa yang memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan maka Allah akan menulis baginya dengan setiap orang yang beriman tersebut kebaikan." • Tidak memaksakan diri untuk bersajak saat berdo'a. • Berdo'a dengan kalimat yang jelas tanpa dipaksakan. • Memilih nama-nama Allah yang sesuai dan cocok dengan kondisi do'a, seperti: Ya Allah Yang Maha Pengasih kasihilah aku". • Tidak membatasi rahmat Allah kepada orang tertentu ketika berdo'a, dari Abu Hurairah  dia berkata: Rasulullah  bangkit berdiri untuk melaksanakan shalat maka kamipun bangkit bersamanya, lalu seorang badui berkata saat dirinya sedang shalat: اَللَّهُمَّ ارْحَمْنِي وَمُحَمَّدًا وَلاَ تَرْحَمْ ِمنَّا أَحَدًا "Ya Allah curahkanlah kasih sayangmu kepadaku dan kepada Muhammad dan janganlah Engaku menyayangi selain kami berdua". Saat Nabi  selesai dari shalatnya, beliau menegur orang badui tersebut: "Sesungguhnya engkau telah membatasi sesuatu yang luas- yang dimaksudkan adalah rahmata Allah-". • Mengucapkan amin bagi orang mendengarnya. • Memohon kepada Allah segala sesuatu baik perkara-perkara yang kecil atau yang besar, berdasarkan sabda Nabi : سَلُوْا اللهَ كُلَّ شَئٍ حَتَّى الشسع فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَوْ لَمْ يُيَسِّرْهُ لَمْ يُيَسَّر “Mintalah kepada Allah segala sesuatu sampai megadakan tali sendal sesungguhnya Allah  sendainya tidak memudahkan suatu urusan niscaya dia tidak akan menjadi mudah” • Diharuskan untuk tidak berdo'a dengan sesuatu yang mengandung kesyirikan. • Tidak berangan-angan untuk mati. • Tidak berdo'a untuk mempercepat siksaan. • Tidak berdo'a untuk sesuatu yang mustahil, seperti kekal hidup di dunia. • Tidak berdo'a dengan sesuatu yang sudah selesai terwujud. • Tidak berdo'a dengan sesuatu yang dijelaskan oleh syara' tidak akan terjadi, seperti berdo'a agar seorang muslim tidak masuk surga. • Tidak berdo'a agar seseorang terjerumus dalam perbuatan dosa. seperti berdo'a agar seseorang kecanduan minuman keras. • Tidak berdo'a untuk memutus silaturrahmi. Seperti berdo'a dengan mengucapkan: Ya Allah cerai berikanlah persatuan umat Islam. • Seorang imam tidak boleh mengkhususkan bagi dirinya do'a tertentu tanpa mengikutsertakan kaum muslimin di dalam do'anya. • Tidak meninggalkan adab saat berdo'a. Seperti mengucapkan: Ya Allah Tuhannya anjing dan himar…". • Tidak berdo'a dengan tujuan yang busuk. Seperti berdo'a memohon harta untuk kemaksiatan dengannya. • Orang tersebut harus dengan dikabulkannya do'a. • Saat berdo'a seseorang tidak perlu merinci keperluannya dengan perincian yang tidak diperlukan. • Tidak berdo'a dengan nama-nama bagi Allah yang tidak terdapat di dalam kitab dan sunnah. Seperti: Ya Sulthan…, Ya Burhan…., dan Ya Hannan…. • Tidak dalam mengangkat suara secara berlebihan. • Tidak berdo'a dengan mengatakan: اَللّهُمَّ إِنِّي لاَ أَسْأَلُكَ رَدَّ اْلقَضَاءَ وَلكِنْ أَسْأَلُكَ اللُّطْفَ فِيْهِ "Ya Allah aku tidak memohon kapadaMu untuk menolak ketentuan yang telah Engkau tetapkan atasku (qodho'Mu) akan tetapi aku memohon kepadaMu agar Engkau bersikap lunak pada ketentuan tersebut". • Tidak menggantungkan do'a dengan kehendak. (Seperti berdo'a dengan mengatakan: Ya Allah, ampunilah aku jikalau Engkau menghendakinya. Pen.)

Indonesia Super League


No | Klub             | Main | Menang | Draw | Kalah |  Gol |  Pts
1.  Persipura           16      12       4       0     37:5     40
2.  Arema               16      11       1       4     33:15    34
3.  Persib              16      10       3       3     37:11    33
4.  Sriwijaya           16      10       2       4     31:24    32
5.  Mitra Kukar         17      10       2       5     32:26    32
6.  Barito Putera       17       7       4       6     26:23    25
7.  Persisam            16       5       6       4     23:21    25
8.  Persiram            16       5       8       3     21:19    23
9.  Persiwa             16       7       2       7     24:23    23
10. Persiba             17       5       4       7     20:23    20
11. Persepam            16       5       5       6     19:24    20
12. Persela             16       5       3       8     23:21    18
13. Gresik United       16       4       4       8     19:28    16
14. Persita             17       3       6       8     14:36    15
15. Pelita BR           16       3       5       8     17:26    14
16. PSPS                17       3       5       9     15:31    14
17. Persidafon          16       3       3      10     16:30    12
18. Persija             17       3       3      11     14:28    12

Riwayat Pendidikan Formal

Tamat Sarjana Muda (BA) Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung Kampus Cirebon (1979). Tamat Sarjana (Drs) Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAI Darussalam Ciamis (1991). Tamat Magister Manajemen Pendidikan (MMPd) Program Pascasarjana UNINUS Bandung (2003).